Oleh: KH Abdullah Gymnastiar
KETIKA Allah SWT memberikan ujian persoalan hidup kepada
kita, sungguh Allah telah mengukur dengan sangat tepat ujian tersebut, sehingga
sesuai dengan kadar kemampuan kita untuk menghadapinya. Adapun ketika kita merasakan penderitaan atas ujian-Nya,
itu bukanlah disebabkan karena Allah keliru mengukur kadar kemampuan kita dan
kadar ujian-Nya itu. Kita menderita karena kita salah menyikapi ujian tersebut.
Kita menderita karena kita selalu tidak merasa puas dengan apa yang telah diberikan-Nya kepada kita. Sehingga apa yang telah dimiliki malah menjadi penderitaan. Padahal tidaklah mungkin Allah salah alamat ketika memberikan sesuatu kepada para hamba-Nya.
Ketika kita sekolah dahulu, kita menghadapi ujian
kenaikan kelas yang sesuai dengan kadar keilmuan kita saat itu. Dan ujian-ujian
tersebut selalu telah siap dengan jawaban-jawabannya. Tidak mungkin soal hadir
tanpa ada jawabannya.
Demikian juga dengan ujian hidup yang kita hadapi. Allah
SWT memberi kita ujian sesuai dengan kadar kemampuan kita. Dan, Allah
memberikan ujian hidup kepada kita secara lengkap dengan jawaban-jawabannya.
Hanya saja, hawa nafsu seringkali membuat kita menjadi buta untuk bisa
menemukan jawaban-jawaban itu.
Sungguh, tidak ada yang sulit di dalam hidup ini. Kecuali
kesulitan itu adalah sikap kita yang tidak menerima ketentuan-Nya. Padahal di
dalam al-Quran Allah SWT telah menjelaskan,
“...Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat
baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk
bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. al-Baqarah [2]:
216).
Bolehkah kita memiliki keinginan? Tidak ada yang melarang
kita memiliki keinginan. Punya keinginan adalah salah satu tabiat alami kita
sebagai manusia. Akan tetapi, hendaklah keinginan kita itu adalah hal-hal yang
disukai oleh Allah SWT. Karena masalahnya adalah kita seringkali maksa, ngotot,
mendapatkan apa-apa yang tidak disukai oleh-Nya. Bahkan jika pun berdoa, kita
tetap saja memaksa kepada-Nya. Seolah tidak yakin bahwa apa yang disukai-Nya
bukanlah hal yang baik untuk kita.
Jika kita mau sejenak melihat ke dalam diri kita sendiri,
maka kita akan saksikan bahwa keinginan-keinginan itu lebih dekat kepada hawa
nafsu. Jika kita diberikan pilihan antara dipuji dengan dicaci, manakah yang
akan kita pilih? Tentu kebanyakan kita akan memilih untuk dipuji. Kita senang
sekali menerima pujian dan sanjungan. Padahal jika sekali lagi kita melihat
diri secara jujur, apakah diri kita ini lebih pantas dipuji ataukah lebih
pantas dicaci?!
Kita selalu ingin dipuji dan dihormati, padahal
sesungguhnya diri kita ini tidak pantas menerima pujian dan penghormatan. Jika
pun kita memang dipuji dan dihormati oleh orang lain, itu hanya karena Allah
SWTmenutupi aib atau kejelekan kita saja di hadapan orang lain. Allah menutupi
bekas-bekas kemaksiatan, dosa, keburukan yang kita lakukan sehingga tidak
diketahui oleh orang lain. Jika mau jujur, sungguh kita tidak pantas menerima
penghormatan dan pujian.
Tidak perlu kita merasa dendam pada orang yang berbuat
zalim terhadap diri kita. Karena sesungguhnya Allah SWT sudah memiliki
perhitungan sendiri terhadap perbuatannya. Sikap dendam justru malah akan
melahirkan dampak tidak baik terhadap diri kita sendiri. Hati menjadi resah,
gelisah, dan tidak tenang setiap kali mengingat perbuatannya. Pasrahkanlah
semua pada Allah. Kesabaran kita menghadapi perbuatannya akan berbuah kebaikan
untuk kita. Sementara kezaliman pasti akan mendatangkan akibat pada pelakunya.
Tidak akan meleset.
Apabila Allah SWT hendak memuliakan seseorang, maka tidak
akan ada yang bisa mengalang-halanginya. Demikian juga apabila Allah
berkehendak mengambil kemuliaan seseorang, maka tidak akan ada yang kuasa
menahannya untuk menjadi hina.
Allah SWT berfirman, “Katakanlah, ‘Wahai Tuhan yang
mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki
dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan
orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di
tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala
sesuatu.” (QS. Ali ‘Imran [3]: 26).
Bukanlah hal yang penting dihina atau dibenci oleh
manusia. Terlebih lagi jika alasan kebencian dan hinaan mereka adalah karena
kita menjaga diri untuk tetap berpegang teguh kepada Allah SWT. Selama kita
tetap teguh kepada Allah, pasti Dia memberi kita ketenangan, meski manusia
menghujani kita dengan serangan hinaan dan kebencian. [*]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar