Tenggelam Karena Komunis
"Padahal bergabungnya Henk Ke Lekra semata-mata karena kecintaannya terhadap seni"
Henk Ngantung |
Henk Ngantung. Belum banyak yang tahu pria,
kelahiran Bogor, 1 Maret 1927, itu telah mengukir jejak sejarah Jakarta. Patung Selamat Datang di Jalan M.H. Thamrin, Patung Pembebasan Irian Barat di Lapangan Banteng,
Taman Margasatwa Ragunan, dan air mancur di depan Bank Indonesia menjadi torehan
prestasinya.
Henk, yang
terlahir dengan nama Hendrik Joel Hermanus Ngantung, merupakan Gubernur DKI
yang namanya nyaris lenyap. Nama Henk tenggelam lantaran dituduh terlibat
dengan komunisme. Hetty Evelyn Mamesah, janda mendiang Henk Ngantung,
mengatakan suaminya itu dikaitkan dengan komunisme karena menjadi anggota Lekra
(Lembaga Kebudayaan Rakyat). ”Padahal bergabungnya Henk ke Lekra
semata-mata karena kecintaannya terhadap seni”, kata Eve, sapaan akrab
Hetty Evelyn Mamesah, akhir April lalu.
Eve
mengatakan, selain dengan Lekra, Henk bergabung dalam kelompok Gelanggang
pimpinan Chairil Anwar dan Masyarakat Seniman Jakarta Raya. "Dari
Lekra itulah Pak Henk dituduh sebagai PKI (Partai Komunis Indonesia), komunis.
Padahal tidak. Dia bukan anggota Lekra", katanya.
Henk, kata
Eve, sejak kecil mencintai seni. Ketika orang tuanya meminta Henk meneruskan
sekolah, Henk malah memilih jadi tukang gambar. “Saat usianya baru 15 tahun, ia
sudah menggelar pameran lukisan. Ini atas dorongan E. Katoppo, guru sekaligus
kepala sekolahnya. Hasil pameran dan menjual lukisan dari rumah ke rumah
dipakai sebagai biaya merantau ke Bandung, kemudian ke Jakarta,” kata
Eve.
Kecintaan
pada seni mempertemukan Henk dan Sukarno, yang saat itu menjadi Presiden
Republik Indonesia. Merasa ada kecocokan minat dan selera, Bung Karno menunjuk
Henk sebagai Wakil Gubernur DKI mendampingi Soemarno, yang menjabat GubernurDKI periode 29 Januari 1960 hingga 26 Agustus 1964.
Eve
bertutur, saat Soemarno dilantik menjadi Menteri Dalam Negeri, Bung Karno lantas
menunjuk Henk sebagai Gubernur DKI pada 27 Agustus 1964. Hubungan keduanya pun
cukup akrab. Di mana ada Bung Karno, disitu pasti ada Henk Ngantung. "Setiap
ada acara, Pak Henk pasti ada di dekat Bung Karno. Dia jugalah yang beberapa
kali membuat naskah pidato," ujarnya.
Jasa yang
diberikan Henk kepada Jakarta tak bisa dianggap sebelah mata. Selain beberapa
patung dan penanda di Ibu Kota tersebut, logo DKI Jakarta dan logo Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat merupakan karyanya.
Pada 15 Juli
1965 di Wina, Austria, Henk mendapat telepon dari Sekretariat Negara mewakili
Bung Karno. Telepon tersebut memberi kabar bahwa Henk diberhentikan secara
hormat dari posisi Gubernur DKI Jakarta. Setelah diberhentikan, kehidupan
keluarga Henk diliputi ketakutan serta ancaman. Selama 15 tahun ia tak menerima
uang pensiun. Henk hidup bergantung pada menjual lukisan. FIRDA PURI AGUSTINE.
Berita Terkait
Berita Terkait
Sumber: Harian Detik Pagi. Kamis, 2
Mei 2013, Hal. 7
Tidak ada komentar:
Posting Komentar