Tanaman Khat dari Teh Arab menjadi Narkoba
Purwokerto (ANTARA News) - Tanaman Khat atau Ghat yang
menjadi buah bibir sejak mencuatnya kasus narkoba yang melibatkan artis Raffi
Ahmad, sebelumnya tidak disangka-sangka jika daun dari tanaman yang biasa
disebut teh Arab bakal masuk dalam narkoba golongan I.
Hal itu baru diketahui, berdasarkan uji laboratorium
Badan Narkotika Nasional (BNN) diketahui bahwa bahan narkoba yang ditemukan di
rumah Raffi Ahmad merupakan turunan dari Katinona yang berasal dari tanaman
Khat.
Kabar tanaman Khat yang mengandung zat Katinona sontak
membuat geger masyarakat lantaran tanaman yang biasa disebut teh Arab ini
ternyata banyak ditanam di sejumlah daerah dataran tinggi seperti Kecamatan
Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, dan Kecamatan Baturraden, Kabupaten
Banyumas, Jawa Tengah.
Keberadaan tanaman Khat di Baturraden ini diketahui
berkat laporan Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Desa Karangsalam, Kecamatan
Baturraden, kepada Kepolisian Resor Banyumas pada Senin (4/2). Ketua LMDH
Karangsalam Sisworo mengatakan, pihaknya mencurigai adanya tanaman Khat di desa
ini setelah melihat tayangan di televisi terkait pemberitaan tentang Raffi
Ahmad.
"Saat lihat televisi, saya ingat kalau sempat
melihat tanaman tersebut di sini. Saya kemudian mencari informasi di internet
dan ternyata tanaman tersebut sangat mirip dengan tanaman Khat," kata dia
yang juga Kepala Dusun Munggangsari, Desa Karangsalam, Kecamatan Baturraden,
Banyumas.
Oleh karena khawatir akan disalahgunakan oleh masyarakat,
dia pun segera melaporkan temuan tanaman mirip Khat tersebut kepada polisi.
"Saya khawatir ada pemuda atau masyarakat yang
menyalahgunakannya setelah adanya pemberitaan di televisi. Apalagi kabarnya
tanaman ini tumbuh di dataran tinggi seperti kemarin yang ditemukan di Puncak,
Bogor, kalau di sini sekitar 700 meter di atas permukaan laut," katanya.
Lebih lanjut, dia mengatakan, ladang seluas 2.100 meter
persegi ini milik seorang warga bernama Waerah (52) yang disewa seorang
keturunan Arab bernama Ali yang tinggal di Purwokerto selama 10 tahun dengan
biaya sewa Rp15 juta.
Salah seorang warga Dusun Munggangsari RT 01 RW 03, Nina
mengatakan, orang yang menyewa ladang itu menyebut tanaman yang ditanamnya
dengan sebutan teh Arab.
"Orang Arab itu biasanya datang sekitar satu hingga
dua bulan sekali untuk memetik daun tanaman tersebut, terakhir datang sekitar
seminggu lalu. Orang Arab itu memetik sendiri, temannya tidak boleh naik ke
ladang," kata dia yang rumahnya berseberangan jalan dengan ladang
tersebut.
Polres Banyumas yang menerima laporan adanya tanaman
mirip Khat di Baturraden segera datang ke lokasi guna mengecek dan mengambil
sampel. Saat melakukan pengecekan, Kepala Polres Banyumas Ajun Komisaris Besar
Polisi Dwiyono mengatakan, pihaknya belum bisa memastikan apakat tanaman
tersebut merupakan tanaman Khat yang mengandung Katinona.
"Kami mengambil sampel tanaman yang mirip Khat ini
dan selanjutnya akan diuji di Laboratorium Forensik Cabang Semarang,"
katanya.
Setelah dilakukan pengujian di Laboratorium Forensik
Cabang Semarang, Polres Banyumas mendapat kepastian bahwa tanaman tersebut
merupakan tanaman Khat.
Oleh karena itu, Polres Banyumas segera melakukan
pemusnahan terhadap tanaman Khat di Baturraden setelah mendapat izin dari
pemilik tanaman yang diketahui sebagai warga keturunan Arab bernama Ali.
"Berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap para saksi,
baik pemilik lahan, pengelola, maupun penanam pohon tersebut, mereka tidak
mengetahui jika tanaman Khat ini mengandung Katinona," kata Kapolres saat
pemusnahan tanaman Khat, Rabu (6/2).
Ia mengatakan, penanaman tersebut dilakukan secara
turun-temurun untuk digunakan sebagai bahan teh yang konon bisa menyembuhkan
penyakit gula dan menurunkan kolesterol.
"Atas dasar pemeriksaan yang dilakukan oleh
Laboratorium Forensik dan dinyatakan positif, maka pada siang hari ini kita
bersama-sama menyaksikan pemusnahan pohon Khat," katanya.
Sementara itu, Direktur Reserse Narkoba Kepolisian Daerah
Jawa Tengah Komisaris Besar John Turman Panjaitan mengatakan, pihaknya
mengucapkan terima kasih kepada masyarakat yang telah melaporkan dengan
kesungguhan hati kepada Polres Banyumas terkait ditemukannya pohon yang mirip
dengan tanaman Khat.
Menurut dia, langkah-langkah yang dilakukan Kapolres
Banyumas sangat tepat karena ladang yang ditanami Khat ini segera dipasang
garis polisi.
"Hari ini kita melakukan non-yustisial atau
pemusnahan dengan cara merampas atas persetujuan dari keluarga Pak Ali (warga
keturunan Arab yang menanam Khat, red.). Jadi, bukan polisi yang melakukan
perampasan, karena kita masih membutuhkan izin," katanya.
Dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
disebutkan bahwa daun Khat mengandung Katinona yang termasuk narkotika golongan
I nomor urut 35, kata dia, setiap orang yang menanamnya diancam pidana penjara
minimal 20 tahun.
"Oleh karena kita sama-sama baru tahu, dan
berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan oleh Polres Banyumas bahwa yang
bersangkutan menggunakan itu (daun Khat, red.) hanya untuk minum, bukan untuk
diracik atau diekstrak lalu dijual," katanya.
Ia mengimbau seluruh masyarakat Jawa Tengah untuk tidak
menanam tanaman Khat. Jika suatu hari ada yang sengaja menanam, akan kita
laksanakan penyidikan, tidak seperti sekarang.
Salah seorang warga keturunan Arab yang tinggal di
Kecamatan Karanglewas, Kabupaten Banyumas, Umar Faraz mengatakan, daun Khat
yang biasa disebut teh Arab ini sering dimanfaatkan sebagai obat untuk
menurunkan gula darah, menurunkan kolesterol dan obat pelangsing tubuh.
"Saat di Arab, saya sering mengonsumsinya. Bahkan di
Kedutaan Besar Yaman, daun Khat atau Ghat ini biasa digunakan untuk obat.
Demikian pula di Yaman banyak diperjualbelikan secara bebas untuk obat,"
kata dia yang menderita diabetes.
Menurut dia, tanaman Khat tumbuh subur di Yaman maupun
daerah pegunungan seperti Cisarua (Bogor) dan Baturraden (Banyumas). Oleh
karena itu, kata dia, banyak orang Arab Saudi yang memesan tanaman Khat dari
Bogor dan Yaman karena di Arab Saudi tanaman ini tidak bisa tumbuh.
Lebih lanjut, dia mengatakan, tanaman Khat ini dikonsumsi
dengan cara mengunyah pucuk daun yang masih muda dan disimpan di bagian kanan
atau kiri gigi sehingga dari luar kelihatan pipinya menonjol.
"Cara mengunyahnya seperti mengunyah daun sirih,
dihisap pelan agar kandungan airnya keluar. Tanaman Khat ini tidak menimbulkan
efek ketagihan," katanya.
Disinggung mengenai zat Katinona yang dikandung daun
Khat, Umar mengatakan, hal itu sebenarnya tidak perlu diperdebatkan karena
kandungan Katinona dapat keluar setelah daun Khat ini diolah sama seperti
singkong yang melalui proses fermentasi bisa menghasilkan ciu, serta tanaman
anggur dapat menghasilkan "wine".
Bahkan, kata dia, ciu dari hasil fermentasi singkong
tidak hanya menimbulkan efek memabukkan tetapi juga dapat mengakibatkan
kematian.
"Sama halnya dengan Khat atau Ghat, apakah tanaman
anggur dan singkong perlu dimusnahkan atau dilarang karena dapat menghasilkan
zat yang memabukkan setelah diolah? Menurut saya, larangan menanam Khat sangat
berlebihan," katanya.
Hukuman Mati
Pakar ilmu hukum Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed)
Purwokerto, Hibnu Nugroho mengaku sependapat dengan adanya wacana pemberian
hukuman mati bagi terpidana kasus narkoba.
Kendati demikian, dia mengatakan, hal itu dapat
diterapkan secara kasuistik, yakni terhadap pengedar narkoba dalam jumlah
tertentu.
"Hukuman mati dalam kajian hukum memang ada dan
jelas, tetapi dalam fungsi penghukuman, saya kira perlu dipertanyakan. Jadi,
dalam kasus-kasus tertentu itu harus hukuman mati, tetapi kalau kasus yang
lain, saya kira tidak harus hukuman mati, seumur hidup," kata dia yang
sempat mengikuti seleksi calon Hakim Agung.
Menurut dia, mengatakan, eksekutor harus segera
melaksanakan eksekusi terhadap terpidana mati karena hal ini menyangkut hak
azasi manusia (HAM).
Menurut dia, hingga saat ini masih banyak terpidana mati
yang belum dieksekusi karena berdasarkan rekapitulasi data terpidana mati tahun
2012 yang termuat pada laman http://www.kejaksaan.go.id diketahui sebanyak 133
terpidana mati yang belum dieksekusi, yakni 71 terpidana kasus narkoba, dua
orang terpidana kasus terorisme, dan 60 terpidana kasus pembunuhan.
"Ini kesalahan negara karena ketika sudah memutuskan
hukuman mati tetapi tidak segera dilaksanakan, negara punya tanggung jawab, ini
suatu pelanggaran hak azasi yang sangat berkepanjangan. Eksekutor atau pejabat
eksekusi harus segera melaksanakan setelah upaya-upaya hukum selesai dilakukan,
kasihan mereka (terpidana mati, red.) menunggu terus," katanya.
Ia mengatakan, pelaksanaan hukuman mati ini bisa menjadi
terapi kejutan (shock therapy) bagi para pelaku kejahatan narkoba.
"Kalau tidak segera dieksekusi, ya seperti ini,
terus berkembang menjadikan Indonesia lahan bisnis narkoba karena
ketidakberanian melaksanakan eksekusi. Hukumannya memang ya (hukuman mati,
red.), tetapi eksekusinya tidak segera dilaksanakan, itu sebagai bentuk
ketidakberanian dari penegak hukum. Spirit penegakan pemberantasan narkoba
tidak ada kalau seperti itu," kata dia menegaskan.
Disinggung mengenai kasus yang dihadapi Raffi Ahmad yang
terancam hukuman 12 tahun penjara, dia mengatakan, Raffi Ahmad tidak bisa
dihukum selama narkoba baru jenis Khat ini belum masuk dalam UU Nomor 35 Tahun
2009 tentang Narkotika.
"Kalau sudah diundangkan (masuk dalam undang-undang,
red.), berarti disamakan dengan narkotika yang lain," katanya.
Berita Terkait
Berita Terkait
Tidak ada komentar:
Posting Komentar