"Sejak
kapan kalimat menjadikan manusia sebagai budak, padahal mereka lahir dari rahim
ibunya dalam keadaan merdeka?" (Umar ibn Khattab).
Orang tua itu tertunduk lemas.
Dengan langkah gontai, ditinggalkannya gerbang istana Amr ibn Ash. Pikirannya
bingung, hatinya sedih. Sebetulnya ia merasa keberatan untuk menyerahkan tanah
dan gubuknya demi proyek pembangunan masjid yang dicanangkan sendiri oleh
Gubernur Amr ibn Ash. Namun apa daya, ia hanya seorang Yahudi yang miskin dan
sebatang kara, dan tentunya tak memiliki kekuatan untuk menghadapi seorang
gubernur yang tentunya didukung oleh sebagian besar masyarakat Muslim di Mesir.
Sambil berjalan, ia kembali mengigat
pembicaraan antara dirinya dengan Gubernur Amr ibn Ash:"Apa sih masalahnya
hingga kamu tidak mau melepaskan gubuk dan tanah itu?"tanya sang gubernur.
"Saya tidak bisa, Tuan
Gubernur.Puluhan tahun saya tinggal di sana, saya tidak bisa meninggalkannya begitu
saja,"jawabnya.
"Mengapa tidak bisa? Saya
menawarkan harga bagus kepadamu. Kalaupun kamu tidak setuju dengan tawaran
saya, kamu bisa menyebut harga yang kamu mau dan insyaallah saya akan
membayarnya langsung."
"Tapi ini bukan terkait
dengan uang,Tuan Gubernur"
Amr ibn Ash terdiam. Terlihat
raut mukanya menahan rasa kesal, Dengan suara perlahan namun terdengar tegas,
ia kemudian berkata: "Sebetulnya, tanpa memintanya kepadamu, aku punya hak
untuk membangun sebuah masjid di atas tanahmu. Toh ini bukan untuk
kepentinganku sendiri, tapi demi kepentingan masyarakat." Perundingan itu
pun berlangsung buntu. Tak ada kesepakatan apapun diantara kedua pihak.
Beberapa hari kemudian, Yahudi
tua itu menerima sepucuk surat perintah yang ditandatangani oleh Gubernur Amr
ibn Ash. Isinya perintah kepada Si Yahudi tersebut untuk secepatnya
meninggalkan tanah tersebut karena tim dari kegubernuran akan meratakan
gubuknya dan mengadakan upacara peletakan batu pertama pembangunan sebuah
masjid besar. Demi selesai membaca surat itu, bukan main sedihnya Si Yahudi.
Sambil menangis, ia memikirkan cara yang paling baik untuk keluar dari masalah
ini. Tiba-tiba terbetik dalam pikirannya untuk mengadukan soal ini kepada
atasan Gubernur Amr ibn Ash yakni Khalifah Umar ibn Khattab. Tapi bukankah sang
khalifah tinggalnya jauh di Madina sana, pikirnya. Ah, aku akan tetap ke sana,
berapapun jaraknya dan seperti apapun akhirnya, yang penting aku harus berusaha
dulu, pikir Si Yahudi kembali.
Maka besoknya, berangkatlah Si
Yahudi tua itu ke Madina. Singkat cerita, setelah menempuh perjalanan panjang
hingga berhari-hari, sampailah dia di Madina. Begitu memasuki kota Medina,
tanpa membuang waktu, ia pun memasuki sebuah bangunan yang mirip Istana.
Disapanya seorang Arab yang tengah tidur-tiduran di dalam "istana"
tersebut.
"Salam. Sobat, bisakah aku
bertemu dengan Khalifah Umar?"
"Salam. Bisa saja.Tapi saat
ini, dia tidak sedang ada di sini,"ujar Si Arab dengan ramah.
"Bagaimana bisa? Bukankah
ini istananya Khalifah Umar?"
Sambil tersenyum, Si Arab
menjawab:"Bukan Sobat.Ini adalah masjid, tempat ibadah. Amirrul Mukminin
tidak memiliki istana. Tapi kalau kamu ingin menemuinya, cobalah kau pergi ke
sebuah kebun kurma di perbatasan kota.Biasanya di sanalah, ia menghabiskan
waktunya."
Setelah mengucapkan terimakasih
Si Yahudi tua bergegas ke perbatasan kota. Demi dilihatnya seorang lelaki
bersahaja tengah duduk sambil mulutnya berzikir di bawah sebatang pohon kurma,
ia langsung berkata: "Salam. Wahai sobat,bisakah kamu mempertemukanku
dengan Khalifah Umar?"
Alih-alih langsung menjawab,
lelaki Arab itu malah menatap wajah Si Yahudi tua. Seraya menghentikan
zikirnya, ia lantas menjawab: "Salam.Apa yang bisa aku lakukan wahai
Sobat?"
"Aku ingin bertemu dengan
Khalifah Umar"
"Akulah Umar. Apa yang bisa
aku lakukan?"
"Wahai Sobat, aku ini sudah
tua dan datang dari tempat yang sangat jauh, janganlah kamu permainkan
aku"ujar Si Yahudi tua dalam nada memelas.
"Demi Allah, akulah Umar
yang kamu cari.Apa yang bisa aku bantu,Sobat?" jawab lelaki yang tak lain
adalah Umar ibn Khattab tersebut, sambil tersenyum. Kemudian dengan sedikit
agak ragu, Si Yahudi tua itu menceritakan masalahnya dari A sampai Z. Begitu
selesai mendengarkan cerita yang disampaikan lelaki tua di hadapannya, merah
padamlah wajah Umar. Setelah terdiam beberapa saat, ia meminta izin untuk pergi
sebentar. Sekitar dua menit kemudian, dia datang membawa sebuah tulang onta.
Dengan gerakan cepat, tulang onta itu ia kemudian ia gores memakai pedangnya.
Berikan tulang ini pada Amr bin
Ash di Mesir, kata Sang Khalifah.
Si Yahudi tua itu menatap
bingung. Tuan, apakah Tuan tidak sedang mempermainkanku ujar Yahudi itu dalam
nada pelan.
Umar ibn Khattab tersenyum.
Dipegangnya pundaknya Si Yahudi tua."Percayalah, aku tak pernah
mempermainkan seseorang yang tengah terzalimi."
Akhirnya Si Yahudi tua pun pulang
ke Mesir. Begitu tiba di Mesir, tanpa buang waktu ia lalu melangkah ke Istana
Kegubernuran dan memberikan tulang onta itu kepada Amr ibn Ash. Begitu
mememegang tulang onta dan mengetahui itu dari atasannya di Medina, pucat
pasilah wajah Sang Gubernur. Ia kemudian memanggil para bawahannya dan
memerintahkan saat itu juga untuk menghentikan proyek pembangunan masjid
sekaligus membangun kembali tempat tinggal Si Yahudi tua tersebut .
Aku minta maaf. Silakan kamu
menempati kembali tanahmu. ujar Amr bin Ash gemetar. Si Yahudi tua bengong.
Antara gembira, takjub dan penasaran memenuhi dadanya. "Jika Tuan, tidak
keberatan bisakah Tuan memberitahukan kepadaku apa arti tulang yang diberikan
Tuan Khalifah kepada itu?"tanyanya. Amr ibn Ash menghela nafas.
"Dengan tulang yang tergores
pedang itu, Amirul Mukminin seolah mengatakan kepadaku: Wahai Amr ibn Ash
berlaku adillah! Ingatlah suatu hari kamu akan seperti tulang ini. Jika kamu
tidak mau berlaku adil, maka aku sendiri yang akan meluruskanmu dengan pedang
yang menggores tulang ini".
Sumber 1: Islam Indonesia
Sumber 2
Tidak ada komentar:
Posting Komentar