Nama sebenarnya Syihabuddin Abul
Fadhl Ahmad bin Ali bin Muhammad bin Muhammad bin Ali bin Mahmud bin Hajar, al
Kinani, al ‘Asqalani, asy Syafi’i, al Mishri. Kemudian dikenal dengan nama Ibnu
Hajar, dan gelarnya “al Hafizh”. Adapun penyebutan ‘Asqalani adalah nisbat
kepada ‘Asqalan’, sebuah kota yang masuk dalam wilayah Palestina, dekat
Ghuzzah.
Beliau lahir di Mesir pada bulan
Sya’ban 773 H, namun tanggal kelahirannya diperselisihkan. Beliau tumbuh di
sana dan termasuk anak yatim piatu, karena ibunya wafat ketika beliau masih
bayi, kemudian bapaknya menyusul wafat ketika beliau masih kanak-kanak berumur
empat tahun.
Ketika wafat, bapaknya berwasiat
kepada dua orang ‘alim untuk mengasuh Ibnu Hajar yang masih bocah itu. Dua
orang itu ialah Zakiyuddin al Kharrubi dan Syamsuddin Ibnul Qaththan al Mishri.
Perjalanan Ilmiah Ibnu Hajar
Perjalanan hidup al Hafizh
sangatlah berkesan. Meski yatim piatu, semenjak kecil beliau memiliki semangat
yang tinggi untuk belajar. Beliau masuk kuttab (semacam Taman Pendidikan al
Qur’an) setelah genap berusia lima tahun. Hafal al Qur’an ketika genap berusia
sembilan tahun. Di samping itu, pada masa kecilnya, beliau menghafal
kitab-kitab ilmu yang ringkas, sepeti al ‘Umdah, al Hawi ash Shagir, Mukhtashar
Ibnu Hajib dan Milhatul I’rab.
Semangat dalam menggali ilmu,
beliau tunjukkan dengan tidak mencukupkan mencari ilmu di Mesir saja, tetapi
beliau melakukan rihlah (perjalanan) ke banyak negeri. Semua itu dikunjungi
untuk menimba ilmu. Negeri-negeri yang pernah beliau singgahi dan tinggal
disana, di antaranya:
- Dua tanah haram, yaitu Makkah dan Madinah. Beliau tinggal di Makkah al Mukarramah dan shalat Tarawih di Masjidil Haram pada tahun 785 H. Yaitu pada umur 12 tahun. Beliau mendengarkan Shahih Bukhari di Makkah dari Syaikh al Muhaddits (ahli hadits) ‘Afifuddin an-Naisaburi (an-Nasyawari) kemudian al-Makki Rahimahullah. Dan Ibnu Hajar berulang kali pergi ke Makkah untuk melakukah haji dan umrah.
- Dimasyq (Damaskus). Di negeri ini, beliau bertemu dengan murid-murid ahli sejarah dari kota Syam, Ibu ‘Asakir Rahimahullah. Dan beliau menimba ilmu dari Ibnu Mulaqqin dan al Bulqini.
- Baitul Maqdis, dan banyak kota-kota di Palestina, seperti Nablus, Khalil, Ramlah dan Ghuzzah. Beliau bertemu dengan para ulama di tempat-tempat tersebut dan mengambil manfaat.
Shana’ dan beberapa kota di
Yaman dan menimba ilmu dari mereka.
Semua ini, dilakukan oleh al
Hafizh untuk menimba ilmu, dan mengambil ilmu langsung dari ulama-ulama besar.
Dari sini kita bisa mengerti, bahwa guru-guru al Hafizh Ibnu Hajar al ‘Asqlani
sangat banyak, dan merupakan ulama-ulama yang masyhur. Bisa dicatat, seperti:
‘Afifuddin an-Naisaburi (an-Nasyawari) kemudian al-Makki (wafat 790 H),
Muhammad bin ‘Abdullah bin Zhahirah al Makki (wafat 717 H), Abul Hasan al
Haitsami (wafat 807 H), Ibnul Mulaqqin (wafat 804 H), Sirajuddin al Bulqini
Rahimahullah (wafat 805 H) dan beliaulah yang pertama kali mengizinkan al
Hafizh mengajar dan berfatwa. Kemudian juga, Abul-Fadhl al ‘Iraqi (wafat 806 H)
–beliaulah yang menjuluki Ibnu Hajar dengan sebutan al Hafizh, mengagungkannya
dan mempersaksikan bahwa Ibnu Hajar adalah muridnya yang paling pandai dalam
bidang hadits-, ‘Abdurrahim bin Razin Rahimahullah –dari beliau ini al Hafizh
mendengarkan shahih al Bukhari-, al ‘Izz bin Jama’ah Rahimahullah, dan beliau
banyak menimba ilmu darinya. Tercatat juga al Hummam al Khawarizmi
Rahimahullah. Dalam mengambil ilmu-ilmu bahasa arab, al Hafizh belajar kepada
al Fairuz Abadi Rahimahullah, penyusun kitab al Qamus (al Muhith-red), juga
kepada Ahmad bin Abdurrahman Rahimahullah. Untuk masalah Qira’atus-sab’ (tujuh
macam bacaan al Qur’an), beliau belajar kepada al Burhan at-Tanukhi
Rahimahullah, dan lain-lain, yang jumlahnya mencapai 500 guru dalam berbagai cabang
ilmu, khususnya fiqih dan hadits.
Jadi, al Hafizh Ibnu Hajar al
Asqalani mengambil ilmu dari para imam pada zamannya di kota Mesir, dan
melakukakan rihlah (perjalanan) ke negeri-negeri lain untuk menimba ilmu,
sebagaimana kebiasaan para ahli hadits.
Layaknya sebagai seorang ‘alim
yang luas ilmunya, maka beliau juga kedatangan para thalibul ‘ilmi (para
penuntut ilmu, murid-red) dari berbagai penjuru yang ingin mengambil ilmu dari
beliau, sehingga banyak sekali murid beliau. Bahkan tokoh-tokoh ulama dari
berbagai madzhab adalah murid-murid beliau. Yang termasyhur misalnya, Imam
ash-shakhawi (wafat 902 H), yang merupakan murid khusus al Hafizh dan penyebar
ilmunya, kemudian al Biqa’i (wafat 885 H), Zakaria al-Anshari (wafat 926 H),
Ibnu Qadhi Syuhbah (wafat 874 H), Ibnu Taghri Bardi (wafat 874 H), Ibnu Fahd
al-Makki (wafat 871 H), dan masih banyak lagi yang lainnya.
Karya-Karyanya
Kepakaran al Hafizh Ibnu Hajar
sangat terbukti. Beliau mulai menulis pada usia 23 tahun, dan terus berlanjut
sampai mendekti ajalnya. Beliau mendapatkan karunia Allah Ta’ala di dalam
karya-karyanya, yaitu keistimewaan-keistimewaan yang jarang didapati pada orang
lain. Oleh karena itu, karya-karya beliau banyak diterima umat islam dan
tersebar luas, semenjak beliau masih hidup. Para raja dan amir biasa saling
memberikan hadiah dengan kitab-kitab Ibnu hajar Rahimahullah. Bahkan sampai
sekarang, kita dapati banyak peneliti dan penulis bersandar pada karya-karya
beliau Rahimahullah.
Di antara karya beliau yang
terkenal ialah: Fathul Baari Syarh Shahih Bukhari, Bulughul Marom min Adillatil
Ahkam, al Ishabah fi Tamyizish Shahabah, Tahdzibut Tahdzib, ad Durarul Kaminah,
Taghliqut Ta’liq, Inbaul Ghumr bi Anbail Umr dan lain-lain.
Bahkan menurut muridnya, yaitu
Imam asy-Syakhawi, karya beliau mencapai lebih dari 270 kitab. Sebagian
peneliti pada zaman ini menghitungnya, dan mendapatkan sampai 282 kitab.
Kebanyakan berkaitan dengan pembahasan hadits, secara riwayat dan dirayat
(kajian).
Mengemban Tugas Sebagai Hakim
Beliau terkenal memiliki sifat
tawadhu’, hilm (tahan emosi), sabar, dan agung. Juga dikenal banyak beribadah,
shalat malam, puasa sunnah dan lainnya. Selain itu, beliau juga dikenal dengan
sifat wara’ (kehati-hatian), dermawan, suka mengalah dan memiliki adab yang
baik kepada para ulama pada zaman dahulu dan yang kemudian, serta terhadap
orang-orang yang bergaul dengan beliau, baik tua maupun muda. Dengan
sifat-sifat yang beliau miliki, tak heran jika perjalanan hidupnya beliau
ditawari untuk menjabat sebagai hakim.
Sebagai contohya, ada seorang
hakim yang bernama Ashadr al Munawi, menawarkan kepada al Hafizh untuk menjadi
wakilnya, namu beliau menolaknya, bahkan bertekad untuk tidak menjabat di
kehakiman. Kemudian, Sulthan al Muayyad Rahimahullah menyerahkan kehakiman dalam
perkara yang khusus kepada Ibnu Hajar Rahimahullah. Demikian juga hakim
Jalaluddin al Bulqani Rahimahullah mendesaknya agar mau menjadi wakilnya.
Sulthan juga menawarkan kepada beliau untuk memangku jabatan Hakim Agung di
negeri Mesir pada tahun 827 H. Waktu itu beliau menerima, tetapi pada akhirnya
menyesalinya, karena para pejabat negara tidak mau membedakan antara orang
shalih dengan lainnya. Para pejabat negara juga suka mengecam apabila keinginan
mereka ditolak, walaupun menyelisihi kebenaran. Bahkan mereka memusuhi orang
karena itu. Maka seorang hakim harus berbasa-basi dengan banyak fihak sehingga
sangat menyulitkan untuk menegakkan keadilan.
Setelah satu tahun, yaitu tanggal
7 atau 8 Dzulqa’idah 828 H, akhirnya beliau mengundurkan diri.
Pada tahun ini pula, Sulthan
memintanya lagi dengan sangat, agar beliau menerima jabatan sebagai hakim
kembali. Sehingga al Hafizh memandang, jika hal tersebut wajib bagi beliau,
yang kemudian beliau menerima jabatan tersebut tanggal 2 rajab. Masyarakatpun
sangat bergembira, karena memang mereka sangat mencintai beliau. Kekuasaan
beliau pun ditambah, yaitu diserahkannya kehakiman kota Syam kepada beliau pada
tahun 833 H.
Jabatan sebagai hakim, beliau
jalani pasang surut. Terkadang beliau memangku jabatan hakim itu, dan terkadang
meninggalkannya. Ini berulang sampai tujuh kali. Penyebabnya, karena banyaknya
fitnah, keributan, fanatisme dan hawa nafsu.
Jika dihitung, total jabatan
kehakiman beliau mencapai 21 tahun. Semenjak menjabat hakim Agung. Terakhir
kali beliau memegang jabatan hakim, yaitu pada tanggal 8 Rabi’uts Tsani 852 H,
tahun beliau wafat.
Selain kehakiman, beliau juga
memilki tugas-tugas:
- Berkhutbah di Masjid Jami’ al Azhar.
- Berkhutbah di Masjid Jami’ ‘Amr bin al Ash di Kairo.
- Jabatan memberi fatwa di Gedung Pengadilan.
Di tengah-tengah mengemban
tugasnya, beliau tetap tekun dalam samudra ilmu, seperti mengkaji dan meneliti
hadits-hadits, membacanya, membacakan kepada umat, menyusun kitab-kitab,
mengajar tafsir, hadits, fiqih dan ceramah di berbagai tempat, juga mendiktekan
dengan hafalannya. Beliau mengajar sampai 20 madrasah. Banyak orang-orang utama
dan tokoh-tokoh ulama yang mendatanginya dan mengambil ilmu darinya.
Kedudukannya
Ibnu Hajar Rahimahullah menjadi
salah satu ulama kebanggaan umat, salah satu tokoh dari kalangan ulama, salah
satu pemimpin ilmu. Allah Ta’ala memberikan manfaat dengan ilmu yang beliau
miliki, sehingga lahirlah murid-murid besar dan disusunnya kitab-kitab.
Seandainya kitab beliau hanya
Fathul Bari, cukuplah untuk meninggikan dan menunjukkan keagungan kedudukan
beliau. Karena kitab ini benar-benar merupakan kamus Sunnah Nabi Shallallahu
‘alaii wasallam. Sedangkan karya beliau berjumlah lebih dari 150 kitab.
Syaikh al Albani Rahimahullah
mengatakan, Adalah merupakan kedzaliman jika mengatakan mereka (yaitu an-Nawawi
dan Ibnu Hajar al ‘Asqalani) dan orang-orang semacam mereka termasuk ke dalam
golongan ahli bid’ah. Menurut Syaikh al Albani, meskipun keduanya beraqidah
Asy’ariyyah, tetapi mereka tidak sengaja menyelisihi al Kitab dan as Sunnah.
Anggapan mereka, aqidah Asy’ariyyah yang mereka warisi itu adalah dua hal:
Pertama, bahwa Imam al Asy’ari mengatakannya, padahal beliau tidak
mengatakannya, kecuali pada masa sebelumnya, (lalu beliau tinggalkan dan menuju
aqidah Salaf,). Kedua, mereka menyangka sebagai kebenaran, padahal tidak.
Wafatnya
Ibnu Hajar wafat pada tanggal 28
Dzulhijjah 852 H di Mesir, setelah kehidupannya dipenuhi dengan ilmu yang
bermanfaat dan amal shalih, menurut sangkaan kami, dan kami tidak memuji di
hadapan Allah terhadap seorangpun. Beliau dikuburkan di Qarafah ash-Shugra.
Semoga Allah merahmati beliau dengan rahmat yang luas, memaafkan dan
mengampuninya dengan karunia dan kemurahanNya.
Sumber: Kitab al Ajwibah al
Mufidah min As’ilah al manahij al Jadidah, Kitab Fathul Bari (Abdul ‘Aziz bin
Baaz).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar